GM,
Halaqoh Online,
muslimah
6:27 AM
Remaja sekarang alih-alih islami, malah makin liar dan tak terkendali.
Menyandang
gelar putri tercantik bukan jaminan berperilaku mulia. Seperti Putri
Indonesia 2009 Qory Sandioriva (19) yang sampai artikel ini ditulis,
sedang berseteru dengan orang tuanya. Tak hanya gagal di Miss Universe,
sepertinya ia pun gagal menjadi anak berbakti.
Bagaimana tidak, setahun belakangan sejak menyandang selempang Putri Indonesia, ibunya sendiri diabaikan. Kesibukannya yang luar biasa sebagai ikon wanita tercantik melalaikan kewajibannya pada orang tua.
Fariawati–ibunya- menuding Qory minggat dari rumah karena diguna-guna pria berinisial R. Bahkan saat Lebaran, sang Putri tidak sungkeman di pangkuan sang Bunda. Fariawati merasa tak dianggap oleh anak gadisnya yang mulai beranjak dewasa itu. Terlebih, Qory menyewa pengacara yang malah berkoar-koar siap memenjarakan sang Bunda.
Kisah Qory menambah deret panjang kelakuan miring para remaja yang terjerumus di lembah industri hiburan. Sebelumnya ada Juwita Bahar, Arumi Bachsin dan Aurelie Moeremans yang juga pernah kabur dari rumah. Gejalanya sama: dicuci otak oleh sang pacar, kemudian membangkang orang tua.
Juwita Bahar yang baru 14 tahun misalnya, merasa terkekang di rumah karena dilarang pacaran. Ia pun pilih minggat. Arumi Bachsin juga sama, diduga kabur karena dipengaruhi teman lelakinya. Lalu Aurelie yang masih 17 tahun, pacaran sejak usia 15 tahun dengan pria yang 11 tahun lebih tua darinya. Diduga, pacarnya itu yang mengendalikan otaknya.
Kondisi ini diperparah dengan campur tangan pihak-pihak yang seharusnya tidak ikut memanaskan suasana. Media melalui infotaimennya, begitu getol menayangkan berita terkait bersahut-sahutan. Bukannya jadi solusi, malah memperuncing konflik. Sebab, narasumber yang diwawancara kebanyakan jutsru tak relevan.
Lepas dari itu, tampaknya ketenaran, kesibukan, kemandirian dan duit banyak telah mengubah perilaku dan paradigma hidup para artis belia itu. Ini juga menjadi satu bukti, buruknya dampak gaul bebas (pacaran). Dan, fenomena itu tentu tak hanya terjadi di kalangan artis. Di masyarakat umum, tak sedikit remaja yang memiliki karakter serupa: membangkang orang tua dan lebih percaya pacar dibanding orang tua.
Celupan Kebebasan
Bagaimana tidak, setahun belakangan sejak menyandang selempang Putri Indonesia, ibunya sendiri diabaikan. Kesibukannya yang luar biasa sebagai ikon wanita tercantik melalaikan kewajibannya pada orang tua.
Fariawati–ibunya- menuding Qory minggat dari rumah karena diguna-guna pria berinisial R. Bahkan saat Lebaran, sang Putri tidak sungkeman di pangkuan sang Bunda. Fariawati merasa tak dianggap oleh anak gadisnya yang mulai beranjak dewasa itu. Terlebih, Qory menyewa pengacara yang malah berkoar-koar siap memenjarakan sang Bunda.
Kisah Qory menambah deret panjang kelakuan miring para remaja yang terjerumus di lembah industri hiburan. Sebelumnya ada Juwita Bahar, Arumi Bachsin dan Aurelie Moeremans yang juga pernah kabur dari rumah. Gejalanya sama: dicuci otak oleh sang pacar, kemudian membangkang orang tua.
Juwita Bahar yang baru 14 tahun misalnya, merasa terkekang di rumah karena dilarang pacaran. Ia pun pilih minggat. Arumi Bachsin juga sama, diduga kabur karena dipengaruhi teman lelakinya. Lalu Aurelie yang masih 17 tahun, pacaran sejak usia 15 tahun dengan pria yang 11 tahun lebih tua darinya. Diduga, pacarnya itu yang mengendalikan otaknya.
Kondisi ini diperparah dengan campur tangan pihak-pihak yang seharusnya tidak ikut memanaskan suasana. Media melalui infotaimennya, begitu getol menayangkan berita terkait bersahut-sahutan. Bukannya jadi solusi, malah memperuncing konflik. Sebab, narasumber yang diwawancara kebanyakan jutsru tak relevan.
Lepas dari itu, tampaknya ketenaran, kesibukan, kemandirian dan duit banyak telah mengubah perilaku dan paradigma hidup para artis belia itu. Ini juga menjadi satu bukti, buruknya dampak gaul bebas (pacaran). Dan, fenomena itu tentu tak hanya terjadi di kalangan artis. Di masyarakat umum, tak sedikit remaja yang memiliki karakter serupa: membangkang orang tua dan lebih percaya pacar dibanding orang tua.
Celupan Kebebasan
Perilaku sebagian remaja dewasa ini memang mengenaskan. Alih-alih islami, malah makin liar dan tak terkendali. Profil remaja yang dulu pemalu, penurut dan patuh pada orang tua lambat laun sirna. Begitu lilin ke 17 ditiup, seolah dia adalah dirinya sendiri. Orang tua tak lagi dianggap. Terlebih jika mereka punya penghasilan sendiri. Remaja merasa sudah dewasa hingga memilih haluan hidupnya sendiri. Sayang, pilihannya kebanyakan salah. Terperosok dalam kubang liberalisme yang serba bebas. Ketika orang tua melarang, dianggap mengekang dan merampas haknya. Termasuk saat dilarang pacaran. Itulah buah gaya hidup bebas ala liberalisme.
Kondisi ini diamini oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak. Secara tersirat UU ini membebaskan anak dari “dominasi” orang tuanya. Anak yang didefinisikan mereka yang berusia di bawah 18 tahun, tidak lagi boleh diintervensi orang tua dengan alasan hak asasi manusia. Tak ayal lagi, bukannya melindungi, UU ini justru mencerabut hak-hak orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya. Maka, banyak remaja yang terjebak gaul bebas, hingga menjalin hubungan terlarang.
Mungkin ada yang menyangkal bahwa perilaku anak seperti itu pastinya juga karena pendidikan orang tua yang salah. Bisa jadi betul. Mendidik anak ibarat menggambar di kertas kosong nan putih bersih. Pengaruh penanaman aqidah sejak dini sangat penting bagi pembentukan karakter anak di masa dewasa. Ini memang peran orang tua dan pendidik. Idealnya, begitu anak dewasa yang ditandai baligh, anak sudah mampu bersikap positif dan paham halal-haram.
Di sini, arahan orang tua adalah yang utama. Dan, kita yakin, orang tua di manapun pasti mengarahkan anaknya untuk menuju kebaikan. Kecuali orang tua yang juga sudah tercelup dengan gagasan-gagasan liberalisme, tentunya memiliki kontribusi bagi rusaknya pola pikir dan pola sikap anak.
Namun perlu diingat, sekeras apapun pendidikan yang ditanamkan orang tua, ada faktor lingkungan yang memengaruhi. Bahkan faktor ini jauh lebih dahsyat pengaruhnya bagi remaja. Ya, betapa banyak orang tua yang mengeluhkan perilaku anak-anaknya, dimana mereka sudah capek mendidik baik-baik, tapi di luar rumah jadi anak rusak karena pengaruhi lingkungan yang buruk.[] kholda naajiyah
Ridha Orang Tua
Ridha
Allah tergantung ridha orang tua. Sangat lancang bila kita sebagai anak
mengabaikan keduanya. Terlebih pada saat mereka sudah lanjut usia.
Ingatlah, kita pun kelak akan menjadi orang tua. Betapa sakitnya jika
diabaikan anak-anak kelak. Jangan sampai itu terjadi.
Patuh dan berbakti pada orang tua berlaku sepanjang masa. Bukan sebatas pada masa kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan. "Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]
Berbakti pada orang tua (Birrul Walidain) merupakan kewajiban bagi kita sebagai seorang anak. Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Isra' ayat 23: “Dan Robbmu sudah memerintahkan supaya kamu semua jangan menyembah, kecuali kepada-Nya, dan supaya berlaku baik terhadap ibu-bapakmu”.
Bagaimanapun buruknya kedua orang tua kita, harus dihormati dan dihargai. Kalaulah mereka bukan orang tua ideal di mata anak, bukan alasan untuk durhaka. Seburuk apapun orang tua, haruslah dimaafkan anak. Sebaliknya, anak harus berbesar hati meminta maaf ketika terjadi konflik, walau mungkin si anak merasa tidak bersalah.
Mengalah pada orang tua tak ada ruginya, bahkan berpahala. Jagalah perasaannya. Terpenting, selesaikanlah setiap masalah dengan orang tua. Jangan tunggu sampai menggunung, ibarat bom yang akhirnya meledak dan mengagetkan semua pihak. Kepada anak-anak yang berkonflik dengan orang tuanya, sekaranglah saatnya berdamai,[] kholda naajiyah
Patuh dan berbakti pada orang tua berlaku sepanjang masa. Bukan sebatas pada masa kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan. "Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]
Berbakti pada orang tua (Birrul Walidain) merupakan kewajiban bagi kita sebagai seorang anak. Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Isra' ayat 23: “Dan Robbmu sudah memerintahkan supaya kamu semua jangan menyembah, kecuali kepada-Nya, dan supaya berlaku baik terhadap ibu-bapakmu”.
Bagaimanapun buruknya kedua orang tua kita, harus dihormati dan dihargai. Kalaulah mereka bukan orang tua ideal di mata anak, bukan alasan untuk durhaka. Seburuk apapun orang tua, haruslah dimaafkan anak. Sebaliknya, anak harus berbesar hati meminta maaf ketika terjadi konflik, walau mungkin si anak merasa tidak bersalah.
Mengalah pada orang tua tak ada ruginya, bahkan berpahala. Jagalah perasaannya. Terpenting, selesaikanlah setiap masalah dengan orang tua. Jangan tunggu sampai menggunung, ibarat bom yang akhirnya meledak dan mengagetkan semua pihak. Kepada anak-anak yang berkonflik dengan orang tuanya, sekaranglah saatnya berdamai,[] kholda naajiyah
0 komentar:
Posting Komentar