Dienullah
Al-Islam merupakan agama yang lengkap, seimbang dan sempurna. Sehingga
dalam keadaan berperang sekalipun Allah سبحانه و تعالى tetap
memerintahkan kaum beriman agar terus-menerus mengingat dan menyebut
nama Allah سبحانه و تعالى . Hal ini cuma menunjukkan betapa seorang
mukmin ketika sedang hebatnya berkobar suasana perang tidak boleh
kehilangan kendali diri sedetikpun. Ia diharuskan untuk selalu menjalin
hubungan dengan Allah سبحانه و تعالى Yang Maha Kuat sehingga tidak
bergeser sedikitpun niatnya dalam berperang selain untuk mengejar Ridha
Allah سبحانه و تعالى alias bersikap mukhlishiina lahud-diin (memurnikan ketaatan hanya kepadaNya).
Kaum beriman sangat sadar bahwa kemenangan dalam suatu medan jihad fi sabilillah merupakan karunia yang datang semata atas izin Allah سبحانه و تعالى bukan lantaran kepiawaian mereka dalam bertempur. Oleh karenanya di medan peperangan sekalipun, seorang mukmin-mujahid tidak pernah boleh berhenti memohon pertolongan dan kemenangan dari Allah سبحانه و تعالى . Sehingga di kalangan kaum beriman dikenal adanya dua karakter yang mesti berpadu di dalam pribadi seorang jundullah (prajurit Allah سبحانه و تعالى ) yakni:
Kedua karakter yang berpadu di dalam pribadi seorang mukmin jundullah inilah yang sepanjang sejarah senantiasa menimbulkan rasa gentar musuh-musuh Allah سبحانه و تعالى baik dari kalangan ahli Kitab maupun kaum musyrikin. Oleh karenanya ketika Nabi صلى الله عليه و سلم menggambarkan merosotnya kualitas ummat Islam lantaran terjangkiti penyakit al-wahn (cinta dunia dan takut akan kematian), maka salah satu konsekuensi logis yang bakal muncul ialah tercabutnya rasa takut kaum kuffar terhadap kaum muslimin yang telah melemah tersebut.
Sungguh kita sangat khawatir bahwa hadits di atas telah menjadi kenyataan pada zaman kita dewasa ini. Di zaman penuh fitnah ini kita menyaksikan semakin banyaknya orang yang mengaku Islam namun sudah kehilangan isti’la-ul-imaan (kebanggaan karena iman) di dalam hatinya. Mereka telah menjadi sedemikian cinta dunia-nya sehingga terlihat betapa tolok-ukur kemuliaan tidak lagi berlandaskan iman dan taqwa melainkan materi, jabatan dan kekayaan dunia. Sedemikian dahsyatnya rasa takut akan kematian sehingga mereka rela untuk berkompromi dengan thaghut dan ideologi mereka. Seolah hanya dengan jalan itulah mereka dapat mempertahankan eksistensi di hadapan kaum kuffar dan thaghut. Maka tidak mengherankan jika kaum kuffar-pun akhirnya tidak merasa takut lagi dengan kaum muslim yang telah terjangkiti virus al-wahn tersebut.
Padahal di dalam sirah Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ) begitu banyak kita temukan keteladanan dalam hal memelihara kebanggaan iman dan ruhul-jihad. Dan semua hal itu menjadi sangat indah sekaligus penuh kemuliaan ketika diiringi dengan ketundukan dan kepasrahan kepada Allah سبحانه و تعالى di tengah kancah al-jihadu fi sabilillah sekalipun. Salah satu contohnya ialah ketika dalam perang Uhud bagaimana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengajak para sahabat untuk berdoa dengan doa yang sangat panjang di bawah ini. Dan coba perhatikan betapa komprehensifnya isi doa beliau.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS Al-Anfaal 45)Kaum beriman sangat sadar bahwa kemenangan dalam suatu medan jihad fi sabilillah merupakan karunia yang datang semata atas izin Allah سبحانه و تعالى bukan lantaran kepiawaian mereka dalam bertempur. Oleh karenanya di medan peperangan sekalipun, seorang mukmin-mujahid tidak pernah boleh berhenti memohon pertolongan dan kemenangan dari Allah سبحانه و تعالى . Sehingga di kalangan kaum beriman dikenal adanya dua karakter yang mesti berpadu di dalam pribadi seorang jundullah (prajurit Allah سبحانه و تعالى ) yakni:
فرسانا بالنهار و رهبانا بالليل
“Penunggang kuda di siang hari dan rahib (ahli ibadah) di malam hari.”Kedua karakter yang berpadu di dalam pribadi seorang mukmin jundullah inilah yang sepanjang sejarah senantiasa menimbulkan rasa gentar musuh-musuh Allah سبحانه و تعالى baik dari kalangan ahli Kitab maupun kaum musyrikin. Oleh karenanya ketika Nabi صلى الله عليه و سلم menggambarkan merosotnya kualitas ummat Islam lantaran terjangkiti penyakit al-wahn (cinta dunia dan takut akan kematian), maka salah satu konsekuensi logis yang bakal muncul ialah tercabutnya rasa takut kaum kuffar terhadap kaum muslimin yang telah melemah tersebut.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى
الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ
يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ
كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ
الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ
فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ
الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Rasulullah SAW bersabda: "Hampir-hampir
bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan
makanan yang berada di mangkuk." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami
waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian
pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air.
Sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh kalian kepada
kalian, dan akan Allah tanamkan ke dalam hati kalian Al-wahn." Seseorang
lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al-wahn?" beliau menjawab:
"Cinta dunia dan takut mati." (ABUDAUD - 3745) ShahihSungguh kita sangat khawatir bahwa hadits di atas telah menjadi kenyataan pada zaman kita dewasa ini. Di zaman penuh fitnah ini kita menyaksikan semakin banyaknya orang yang mengaku Islam namun sudah kehilangan isti’la-ul-imaan (kebanggaan karena iman) di dalam hatinya. Mereka telah menjadi sedemikian cinta dunia-nya sehingga terlihat betapa tolok-ukur kemuliaan tidak lagi berlandaskan iman dan taqwa melainkan materi, jabatan dan kekayaan dunia. Sedemikian dahsyatnya rasa takut akan kematian sehingga mereka rela untuk berkompromi dengan thaghut dan ideologi mereka. Seolah hanya dengan jalan itulah mereka dapat mempertahankan eksistensi di hadapan kaum kuffar dan thaghut. Maka tidak mengherankan jika kaum kuffar-pun akhirnya tidak merasa takut lagi dengan kaum muslim yang telah terjangkiti virus al-wahn tersebut.
Padahal di dalam sirah Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ) begitu banyak kita temukan keteladanan dalam hal memelihara kebanggaan iman dan ruhul-jihad. Dan semua hal itu menjadi sangat indah sekaligus penuh kemuliaan ketika diiringi dengan ketundukan dan kepasrahan kepada Allah سبحانه و تعالى di tengah kancah al-jihadu fi sabilillah sekalipun. Salah satu contohnya ialah ketika dalam perang Uhud bagaimana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengajak para sahabat untuk berdoa dengan doa yang sangat panjang di bawah ini. Dan coba perhatikan betapa komprehensifnya isi doa beliau.
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ اللَّهُمَّ لَا
قَابِضَ لِمَا بَسَطْتَ وَلَا بَاسِطَ لِمَا قَبَضْتَ وَلَا هَادِيَ لِمَا
أَضْلَلْتَ وَلَا مُضِلَّ لِمَنْ هَدَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
وَلَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُقَرِّبَ لِمَا بَاعَدْتَ وَلَا
مُبَاعِدَ لِمَا قَرَّبْتَ اللَّهُمَّ ابْسُطْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِكَ
وَرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ وَرِزْقِكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
النَّعِيمَ الْمُقِيمَ الَّذِي لَا يَحُولُ وَلَا يَزُولُ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ النَّعِيمَ يَوْمَ الْعَيْلَةِ وَالْأَمْنَ يَوْمَ
الْخَوْفِ اللَّهُمَّ إِنِّي عَائِذٌ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أَعْطَيْتَنَا
وَشَرِّ مَا مَنَعْتَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْإِيمَانَ
وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ
وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنْ الرَّاشِدِينَ اللَّهُمَّ تَوَفَّنَا
مُسْلِمِينَ وَأَحْيِنَا مُسْلِمِينَ وَأَلْحِقْنَا بِالصَّالِحِينَ غَيْرَ
خَزَايَا وَلَا مَفْتُونِينَ اللَّهُمَّ قَاتِلْ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ
يُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ وَاجْعَلْ عَلَيْهِمْ
رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ اللَّهُمَّ قَاتِلْ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ إِلَهَ الْحَقِّ
Pada hari Perang Uhud ketika orang-orang musyrik berlari mundur, Rasulullah SAW bersabda: "Berbarislah kalian hingga saya memuji Rabbku" lalu mereka (para sahabat) membuat barisan di belakang, lalu Rasulullah SAW bersabda:
"Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, ya Allah tidak ada yang bisa
mengenggam apa yang telah Engkau bentangkan dan tidak ada pula yang bisa
membentangkan apa yang telah Engkau genggam. Tidak ada yang bisa
memberi petunjuk terhadap siapa yang telah Engkau sesatkan, tak ada pula
yang bisa menyesatkan siapa yang telah Engkau beri petunjuk. Tidak ada
yang bisa memberi terhadap apa yang telah Engkau tahan dan tidak ada
pula yang bisa menahan terhadap apa yang telah Engkau beri. Tidak ada
yang bisa mendekatkan terhadap apa yang telah Engkau jauhkan dan tidak
ada pula yang bisa menjauhkan terhadap apa yang telah Engkau dekatkan.
Ya Allah bentangkan pada kami dari barakah-Mu, rahmat-Mu,
kelebihan-Mu dan rizki-Mu. Ya Allah, saya memohon kepada-Mu kenikmatan
yang kekal yang tidak berlalu dan tidak pula hilang. Ya Allah saya
memohon kepada-Mu kenikmatan pada saat kefakiran, dan keamanan pada saat
ketakutan. Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa saja
yang telah Engkau berikan, dan dari kejelekan apa saja yang telah Engkau
tahan. Ya Allah, cintakan pada diri kami keimanan dan hiaskanlah pada
hati-hati kami. dan bencikan diri kami terhadap kekufuran, kefasikan
serta kemaksiatan. Jadikan kami di antara orang-orang yang berpetunjuk.
Ya Allah, wafatkan kami dalam keadaan Islam, hidupkan kami dalam keadaan
Islam dan sertakan kami bersama dengan orang orang sholeh yang tidak
hina dan tidak pula terfitnah. Ya Allah, perangilah orang-orang
kafir yang mendustakan para Rasul-Mu dan merintangi jalan-Mu, dan
berikan mereka siksa-Mu dan adzab-Mu. Ya Allah, perangilah orang orang
kafir yang telah diberi kitab (yahudi dan nashroni), ya Allah Ilah (Tuhan) kebenaran." (AHMAD - 14945) Shahih
0 komentar:
Posting Komentar