dakwatuna.com – Assalamu’alaikum William…
Maaf
ya tadi pembicaraan kita terpotong shalat Maghrib. Maaf juga tadi saya
janji mau sampaikan jawabannya bukan melalui pesan ke inbox William tapi
lewat catatan ini. Selain agar bisa dibaca oleh teman-teman lain, juga
kalau ada yang kurang, ada yang menambahkan, atau kalau ada yang salah
ada yang meluruskan…
Saya lupa William cerita itu dari mana sumber
bacaannya, kalau tidak salah dari buku aqidah. Saya juga lupa William
di mana saya sampaikan cerita itu, di kelas atau di masjid. Yang jelas
kamu waktu itu masih kecil, dan masih di SMP, soalnya di angkatanmu
sudah tidak ada SMU-nya di Alka.
Kisah ini termasuk kategori ‘Raddus-Syuhubuhat’
(jawaban atas tuduhan) tentang Islam. Musuh-musuh Islam selalu
mencari-cari permasalahan dalam agama ini yang sulit dijawab oleh logika
kita dan tujuannya agar kaum Muslimin ragu terhadap kebenaran agama
mereka, terutama masalah aqidah.
Saya juga kurang ingat betul
William apakah ketiga pemuda itu beragama Kristen atau Atheis yang anti
agama. Intinya ketiga orang pemuda itu ingin menguji pemahaman seorang
ulama tentang Islam. Kalau ia tidak bisa menjawab ketiga pertanyaan itu,
apalagi orang awam. Dan kalau tidak ada jawaban yang logis dan
memuaskan, maka ada kelemahan dalam agama ini.
Ketiga pemuda itu menemui sang ulama, dengan penuh yakin bahwa sang ulama tidak bisa menjawab salah satunya mulai berbicara,
“Ya syeikh, katanya Allah itu ada, mana buktinya? Kenapa tidak bisa kita lihat?”
“Cukup? Ya, ada pertanyaan lagi?” sambut ulama itu.
“Ada
syeikh, katanya Allah telah menentukan segalanya, termasuk amal
perbuatan kita sudah ditentukan dan ditakdirkan. Kalau memang demikian,
kenapa musti ada hisab? Dan kenapa musti ada hukuman bagi orang yang
melakukan kesalahan?” pemuda kedua bertanya.
“Ya bagus. Ada lagi yang ditanyakan?” tantang syeikh itu.
“Ya
ada lagi syeikh. Katanya syetan itu diciptakan dari api. Dan kita tahu
bahwa syetan nanti akan dimasukkan ke dalam neraka. Apa ada pengaruhnya,
api dibakar dengan api?” Tanya pemuda ketiga.
“Cukup atau ada lagi?”
“Cukup syeikh.”
“Ya sebentar ya…”
Sang ulama tidak menjawab melainkan mengambil beberapa genggam tanah keras lalu…
Pluk… prak…duss…
Dilemparkan tanah keras itu ke muka ketiga pemuda itu, dan ketiganya meringis kesakitan. Darah pun bercucuran dari wajah mereka.
“Ya syeikh, kami bertanya baik-baik, kenapa Anda melempar kami?”
“Itu jawabannya…” jawab ulama itu.
Kedua
pemuda itu pergi dan langsung membawa kasus ini ke pengadilan.
Melaporkan perbuatan ulama itu agar diadili karena kezhalimannya.
Pengadilan menerima aduannya dan ulama itu pun dipanggil.
Saat
sudah berada di atas kursi terdakwa hakim mulai memproses hukumnya dan
menanyakan kepada ulama itu perihal dakwaan ketiga pemuda itu.
“Ya syeikh,” kata hakim. “Benarkah Anda telah menyakiti ketiga pemuda ini? Bisa Anda jelaskan?”
“Ketiga pemuda itu menanyakan tiga hal dan saya telah menjawabnya.”
“Jawaban macam syeikh? Lalu kenapa mereka terluka seperti itu?”
“Ya, itu jawabannya.”
“Saya tidak mengerti, bisa Anda jelaskan?”
“Mereka
bertanya bahwa Allah itu ada, jika ada, mana buktinya? Kenapa kita
tidak bisa melihatnya? Sekarang saya bertanya, bagaimana rasanya saya
lempar dengan tanah keras itu? Sakit?”
“Jawab wahai pemuda?” minta hakim kepada salah satunya.
“Ya sakit.”
“Kalau memang sakit, berarti sakit itu ada, kalau memang ada, mana buktinya? Kenapa saya tidak melihat ‘sakit’ itu?”
“Ini, darah ini syeikh. Darah ini tanda bahwa sakit itu ada.”
“Begitulah
pak Hakim, dia tidak bisa membuktikan adanya sakit dan tidak bisa
melihat sakit itu, hanya menunjukkan tandanya, darah. Bahwa sesuatu yang
ada tidak mesti bisa dilihat. Tapi ada tanda-tandanya. Sakit itu ada
dan tidak bisa kita lihat, hanya ada buktinya, darah. Demikian halnya
dengan Pencipta kita, Allah Azza wa Jalla. Ia ada, namun keterbatasan
akal kita tidak bisa menangkap keberadaan-Nya. Dan seluruh makhluk di
jagad raya ini adalah bukti bahwa Allah itu ada.”
“Bisa diterima,” sela hakim.
“Pertanyaan
yang kedua pak hakim, mereka bertanya bahwa Allah telah menentukan
segalanya termasuk amal perbuatan manusia dan mentakdirkannya, jika
demikian, apa gunanya hisab dan kenapa mesti ada hukuman bagi orang yang
berbuat salah?”
“Apa jawaban Anda syeikh?”
“Sekarang saya
bertanya kepada kalian. Kalau Anda berkeyakinan seperti itu, kenapa
melaporkan perbuatan saya ke pengadilan? Perbuatan saya kan sudah
ditentukan?”
“Bisa diterima syeikh, ada lagi?
“Yang ketiga
bertanya, syetan adalah makhluk yang diciptakan dari api, lalu di
akhirat nanti akan masuk neraka dan disiksa dengan api. Dan saya telah
melempar mereka dengan tanah, kita tahu bahwa mereka, kita diciptakan
dari tanah, kalau memang sama-sama dari tanah kenapa mesti meringis
kesakitan?”
Hakim pun menerima argumentasinya dan memutuskan bebas untuk sang ulama…
Gitu dach William ceritanya. Semoga bermanfaat. Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar