GM,
Halaqoh Online,
nafsiyah
11:40 AM
‘Abu
Amru Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi ra. berkata: Aku berkata, "Wahai
Rasulullah, katakan kepada diriku perkataan tentang Islam yang tidak
perlu lagi aku tanyakan kepada seseorang selain dirimu. Nabi saw.
bersabda, "Katakantah, Aku beriman kepada Allah.' Kemudian
beristiqamahlah." (HR Muslim dan Ahmad).
Hadis
ini juga diriwayatkan dengan lafal sedikit berbeda dan disertai
tambahan di akhirnya dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi (HR Ahmad, at
Tirmidzi, Ibn Majah, ad-Darimi dll).
Hadis
ini memuat pesan induk yang menghimpun semua kalimat. Pesan Rasul saw.
ini merupakan jawaban dari permintaan Sufyan bin Abdullah ra. agar
diberi pesan yang bisa dijadikan pegangan sehingga ia tidak perlu lagi
bertanya atau meminta pesan lainnya kepada orang lain.
Rasul
saw. berpesan. "Katakan (ikrarkan). 'Aku beriman kepada Allah.'
Kemudian beristiqamahlah." Pesan ini diambil dari firman Allah dalam
Surat Fushshilat [41 ]: 30 dan al Ahqaf [46]:13-14.
Pesan
ini menunjukkan bahwa keimanan itu merupakan dasar dan yang pertama.
Maksud iman kepada Allah itu adalah mentauhidkan Allah SWT. Hal itu
mencakup semua bentuk pentauhidan, baik tauhid uluhiyah, rububiyah
maupun asma' wa shifat: juga mencakup tauhid al-hakimiyah—bagian dari
tauhid rububiyah—yaitu mentauhidkan Allah SWT sebagai satu-satunya yang
berhak membuat hukum.
Setelah
keimanan, beliau lalu memerintahkan agar kita membangun keistiqamahan
atas dasar keimanan itu. Kata tsumma (kemudian) itu menunjukkan urutan.
Artinya, keistiqamahan itu bukan sebelum keimanan. Ini menunjukkan,
keistiqamahan yang diperintahkan adalah keistiqamahan atas dasar
keimananan, bukan yang lain. Perintah agar istiqamah juga dinyatakan
dalam firman Allah SWT:
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, diwahyukan
kepada diriku bahwa Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa. Karena itu,
beristiqamahlah kalian menuju kepada-Nya dan mohonlah ampunannya. (QS
Fushshilat [41]: 6).
Allah
SWT pun memberitahukan bahwa orang yang beriman lalu beristiqamah tidak
akan merasa takut, tidak akan bersedih hati dan akan mendapat pahala
surga (lihat QS Fushshilat: 30, Al-Ahqaf: 13, al-jin: 16).
Syaikh
Shalih bin Abdul Aziz Ali asy-Syaikh di dalam bukunya Syarh al-Arba'in
an Nawawiyah menjelaskan, bahwa kata istiqamah itu menggunakan wazan
istafala, maknanya bisa thalab (permintaan), misal istaghfara artinya
thalab at-gufran (meminta ampunan); bisa juga bermakna luzum at-washfi
wa katsratu at-ittishafi bihi wa 'azhmu al ittishafi bihi (menetapi
suatu sifat dan banyak serta besarnya menyifati diri dengan sifat itu),
misal istaghnaLlah (QS at-Taghaabun: 6). Kata istiqamah adalah menurut
makna yang kedua ini. Jadi dalam konteks ini istigamah maknanya memiliki
sifat iqamah (menegakkan, meluruskan atau mengerjakan), banyak memiliki
sifat itu dan menetapi sifat itu, tidak berubah dan tidak berganti dari
sifat itu. Karena itu, istiqamah maknanya adalah tegak dan lurus di
atas keimanan dan di atas agama Islam, banyak menyifati diri dengan itu
dan menetapinya. Ringkasnya, istiqamah adalah ats-tsabat 'ala ad-din
(teguh secara kontinu di atas agama).
Karena
itu, istiqamah itu seperti dijelaskan oleh Ibn Rajab al-Hanbali di
dalam jami' al 'Ulum wa al-Hikam, yakni bertindak sesuai jalan (agama)
yang lurus yaitu Islam tanpa menyimpang ke kiri atau ke kanan; dan hal
itu mencakup melaksanakan semua aktivitas ketaatan zahir maupun batin,
dan meninggalkan semua yang dilarang.
Imam
an-Nawawi di dalam Syarh al Arba’in juga menjelaskan, bahwa dalam pesan
itu Nabi saw. menyuruh Sufyan (tentu juga kepada kita) untuk
memperbarui keimanannya dengan lisannya dan selalu ingat dengan hatinya.
Nabi saw. pun menyuruh kita untuk istiqamah di atas amal-amal ketaatan
dan menjauhi seluruh penyimpangan. Sebab, istiqamah itu tidak akan
datang seiring dengan suatu kebengkokan, sebab itu adalah lawannya. Imam
an-Nawawi juga menambahkan, yakni berimanlah kepada Allah SWT semata,
kemudian beristiqamahlah di atas hal itu dan di atas ketaatan sampai
dimatikan oleh Allah. Umar bin al-Khaththab berkata, "Beristiqamahlah di
atas ketaatan kepada Alah dan jangan kalian menyimpang."
Maknanya,
luruslah dalam memperbanyak ketaatan kepada Allah baik dalam bentuk
aqad (muamalah), perkataan atau perbuatan, dan kontiniu/langgenglah di
atas hal itu.
Dengan
demikian istiqamah yang sempurna dalam segala hal adalah tegak dan
lurus di atas keimanan yang benar dan sempurna, melaksanakan dan
menetapi semua bentuk ketaatan serta menjauhi semua bentuk kemaksiatan
lahir maupun batin dalam semua keadaan dan kesempatan.
Istiqamah
secara sempurna dalam segala hal artinya tidak pernah bermaksiat dan
itu tentu mustahil. Karena itu, yang diperintahkan adalah agar kita
berupaya semaksimal mungkin untuk mendekati keistiqamahan yang sempurna
itu dan hendaknya diiringi dengan senantiasa meminta ampunan. seperti
itulah yang diperintahkan Allah SWT dalam QS Fushshilat ayat 6 di atas.
Allahumma Anta Rabbuna fa[u]rzuqna al-istiqamah.
0 komentar:
Posting Komentar