GM,
Halaqoh Online,
nafsiyah
11:24 AM
Setiap
Muslim, siapapun dia, tentu berharap masuk surga. Bahkan surga adalah
puncak harapan setiap Muslim. Baik Muslim yang taat ataupun yang suka
maksiat, yang adil ataupun yang fasik, yang lurus ataupun yang
menyimpang, yang tunduk pada syariah ataupun yang menentang, yang pasrah
kepada Allah SWT ataupun yang membantah, yang memperjuangkan syariah
ataupun yang menghalangi tegaknya syariah; semuanya pasti ingin masuk
surga; tak ada yang tidak menginginkan surga. Begitulah yang tampak di
permukaan.
Namun,
apa yang dinyatakan oleh baginda Rasulullah SAW ternyata berbeda dengan
realitas atau klaim di atas. Pasalnya, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap orang dari umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya heran, “Siapa yang enggan masuk surga, wahai Rasulullah?” Kata beliau, “Mereka yang menaati aku akan masuk surga, sedangkan yang menentang aku berarti mereka enggan masuk surga.” (HR al-Bukhari, Ahmad dan an-Nasa’i).
Karena
itu, bagi seorang Muslim yang menaati Rasulullah SAW, surga tentu
sedang menanti dirinya untuk dimasuki. Hanya saja, surga memiliki
sejumlah pintu, dan pintu-pintu surga (bab al-jannah) memiliki kuncinya masing-masing (miftah al-jannah). Lalu apa kunci-kunci surga itu?
Ada
banyak kunci surga sebagaimana yang dinyatakan langsung oleh baginda
Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya. Tiga di antaranya adalah:
ucapan La Ilaha illaLlah (kalimat at-tahlil); menegakkan shalat; mencintai orang miskin (hubb al-masakin).
Pertama: Rasulullah SAW bersabda, “Miftah al-jannah La ilaha illLlah (Kunci
surga adalah Tiada Tuhan kecuali Allah).” (HR al-Bukhari). Di sini
tentu yang dimaksud bukanlah sekadar mengucapkan kalimat tahlil di atas,
tetapi memaknainya dengan cara merefleksikannya dalam kehidupan.
Konsekuensi dari kalimat tahlil adalah: tunduk dan patuh hanya kepada
Allah serta tidak membuat aturan sendiri selain aturan yang telah Allah
tetapkan. Saat seorang Muslim enggan tunduk dan patuh kepada Allah SWT
dengan cara tunduk dan patuh pada seluruh syariah-Nya, pada hakikatnya
ia mengingkari kalimat tahlil di atas. Apalagi saat seorang Muslim malah
membuat aturan sendiri yang berbeda bahkan bertentangan dengan aturan
Allah SWT, yakni aturan yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Pada saat demikian, dia bukan saja mengingkari kalimat
tahlil di atas, tetapi bahkan telah menyejajarkan dirinya dengan-malah
menempatkan dirinya di atas-Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31).
Padahal Allah SWT telah menegaskan (yang artinya): Sesungguhnya hak membuat hukum itu (yakni menentukan halal-haram, pen.) adalah milik Allah semata(TQS al-An’am [6]: 57).
Kedua: Rasulullah SAW bersabda, “Miftah al-jannah ash-shalat (Kunci surga adalah shalat).”(HR at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi). Menegakkan shalat adalah ibadah pokok dan utama sekaligus wujud penghambaan seorang Muslim kepada Allah SWT. Tanpa menegakkan shalat, klaim seorang Muslim dalam kalimat La ilaha illalLah tentu layak dipertanyakan. Yang pasti, tanpa shalat, seorang Muslim berarti telah kehilangan salah satu kunci surga.
Ketiga: Rasulullah SAW bersabda, “Miftah al-jannah hub al-masakin (Kunci surga adalah mencintai orang-orang miskin).” (Ats-Tsa’labi, Tafsir ats-Tsa’labi, IV/184).
Refleksi kalimat tahlil dalam kehidupan dan aktivitas shalat adalah cerminan dari hubungan manusia dengan Allah SWT (habl[un] minalLah). Adapun mencintai orang-orang miskin merupakan cerminan dari hubungan manusia dengan manusia lain (habl[un] min an-nas).
Sebagian
ulama menambahkan, bahwa di antara kunci surga adalah meninggalkan hawa
nafsu. Imam al-Qurthubi, misalnya, mengutip Sahal, menyatakan “Miftah al-jannah tark al-hawa’ (Kunci
surga adalah meninggalkan hawa nafsu).” (Al-Qurthubi, IX/208). Hawa
nafsu adalah segala ucapan atau tindakan yang bertentangan dengan wahyu.
Artinya, hawa nafsu adalah lawan dari wahyu. Ini sesuai dengan firman
Allah SWT (yang artinya): Tidaklah
yang diucapkan Rasul itu berasal dari hawa nafsunya. Ucapan Rasul itu
tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan Allah kepada dirinya (TQS an-Najm [53]: 3-4).
Jika ditelaah, meninggalkan hawa nafsu-tentu seraya mengikuti wahyu-hanyalah konsekuensi belaka dari kalimat tahlil di atas.
Itulah di antara kunci-kunci surga yang diisyaratkan oleh baginda Rasulullah SAW.
Sebaliknya,
baginda Rasullah SAW pun menginformasikan kepada kita sejumlah
penghalang yang bisa menghalangi kita masuk surga. Beliau, misalnya,
bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam kalbunya terdapat sedikit saja sikap sombong (HR Muslim).”
Beliau juga bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi (HR al-Bukhari).”
Beliau pun bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang gemar mengadu-domba (HR Muslim).”
Masih
ada hadits-hadits senada. Pada akhirnya, semoga kita bisa mendapatkan
kunci-kunci surga di atas, dan sebaliknya kita bisa menyingkirkan segala
faktor penghalang yang bisa menghalangi kita masuk ke dalam surga-Nya.
Amin. [] abi
0 komentar:
Posting Komentar