GM,
Halaqoh Online,
nafsiyah
12:49 PM
***
Suatu ketika Rasulullah SAW pernah
mengenakan pakaian yang terbuat dari kain wool berwarna hitam dipadu
warna putih di bagian sisi-sisinya. Lalu, beliau pun keluar menuju para
sahabat. Seorang Arab Badui datang menghampiri beliau sambil
menyatakan, ”Hadiahkanlah kain itu kepadaku, wahai Rasulullah.” Seperti
diketahui, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. Tidaklah
mengherankan bila kekasih Allah SWT itu segera menjawab, ”Ya, ambillah.” Kemudian
jubah yang beliau sukai itupun diberikannya kepada lelaki Arab tadi.
Beliau lantas meminta baju biasa untuk dikenakan. Subhanalloh, begitu
indah teladan yang beliau berikan.
Sikap
dan perilaku ini ditanamkan kepada para sahabat. Tidaklah mengherankan
bila para sahabat saat menggenggam harta, sedikit maupun banyak,
laksana menggenggam tanah. Mereka tidak sayang untuk mengeluarkannya.
Tak berpikir panjang untuk menginfakkannya di jalan Allah SWT. Betapa
banyak contoh yang dapat dipetik dari para sahabat tentang hal tersebut.
Hudzaifah bin Yaman ra mengisahkan gampangnya Utsman bin Affan Ra. berinfak.
Suatu waktu Nabi Muhammad SAW mengirim utusan kepada Utsman bin Affan
agar ia dapat membantu pasukan al-'usrah. Tanpa berpikir dua kali,
Utsman menyerahkan uang senilai 10.000 Dinar jika
dikonversikan dengan Rupiah, itu setara dengan Rp 22.330.370.000,- (dua
puluh dua milyar tiga ratus tiga puluh juta tiga ratus tujupuluh ribu
rupiah)! (Catatan: 1 dirham=4,25 gr emas = Rp 2,233,037,-. Sumber:Geraidinar.com, 17/10/2011). Melalui utusan tersebut. Saat Rasulullah Muhammad SAW menerima dana tersebut, beliau mendoakan Utsman: ”Semoga
Allah mengampunimu, wahai Utsman, baik kesalahan-kesalahanmu yang
dirahasiakan, yang tersembunyi maupun yang nampak terlihat. Semoga
ampunan itu terus hingga hari Kiamat. Tidak ada perbuatan yang lebih
baik lagi dari ini setelahnya” (al-Muntakhab, Juz V). Ingat, Dana sebesar itu tanpa perlu pikir-pikir dahulu.
Pernah Ibnu Umar Ra sakit.
Ia ingin sekali makan anggur. Dibelikanlah ia setandan anggur seharga
satu dirham (sekitar 1/12 dinar atau Rp17.000). Namun, datanglah
seorang miskin mengemis. Apa yang beliau lakukan? Beliau memerintahkan
agar anggur itu diberikan kepada orang miskin tadi. Hal ini berulang
hingga tiga atau empat kali. Hingga akhirnya Ibnu Umar pun makan anggur
(al-Hilyah, Juz I). Sungguh mulia pemandangan ini. Harta yang
diinfakkan bukan berarti harus selalu besar. Siapapun dapat
melakukannya.
Rupanya,
para sahabat banyak yang secara sengaja menyisihkan dari penghasilannya
untuk bersedekah/berinfak. Ibnu Sa'ad menceritakan dari Nu'man bin
Humaid ra yang berkata: ”Aku bersama dengan pamanku pernah berkunjung ke
rumah Salman al-Farisi Ra. di daerah Madain. Ia
menganyam daun kurma”. Salman pun menjelaskan, ”Aku membeli daun kurma
seharga satu dirham. Lalu, aku anyam dan kujual seharga tiga dirham.
Satu dirham untuk modal, satu dirham untuk keluargaku, dan satu dirham
sisanya untuk aku sedekahkan. Andai saja Umar bin Khathab ra melarangku
untuk melakukan ini, niscaya aku tidak akan berhenti melakukannya”
(Ibnu Sa'ad, Juz IV). Sudahkah kita meniru sahabat Nabi Salman
al-Farisi?
Semua
mereka lakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Apalagi
untuk kepentingan politis. Mereka menunaikan segalanya hanya demi Allah
SWT dan demi meraih surga-Nya. Sikap Utsman merupakan gambaran hal
tersebut. Ketika kaum Muhajirin sampai ke Madinah, mereka tidak cocok
dengan air minum yang ada di sana, kecuali air yang berasal dari sumur
Rauma, milik seorang suku Ghifar. Rasulullah berkata, ”Juallah sumur itu kepadaku dengan mata air surga!”
Namun, orang itu enggan melakukannya karena itu satu-satunya sumber
kehidupannya. Berita tersebut sampai kepada Utsman. Beliaupun membeli
sumur tersebut. Lalu, ia mendatangi Nabi seraya berkata,”Wahai,
Rasulullah, apakah engkau tetap memberikan kepadaku mata air di surga
sebagaimana yang pernah engkau katakan kepadanya jika aku menjualnya?” Rasul menjawab, ”Ya.” Utsman pun berkata, 'Aku telah membeli sumur itu, dan aku berikan kepada kaum Muslim' (al-Muntakhab, Juz V).
Sebagaimana
pada masa Rasulullah SAW, kini pun kaum Muslim dan dakwah Islam
membutuhkan dukungan. Bukan hanya orang, tapi juga dana. Sudahkah kita
sebagai umat Muhammad SAW meniru perilaku beliau dan para sahabat dalam
berinfak di jalan Allah SWT? Ataukah, harta diinfakkan hanya pada saat
ada kepentingan pribadi? Ingatlah, Allah SWT telah membeli jiwa dan
harta kita untuk dibalas oleh-Nya dengan surga (QS. At-Taubah ayat
111). Kini, saatnya ringan berinfak di jalan Allah Rabbul 'Alamin. []
Artikel Terkait
0 komentar:
Posting Komentar