GM,
Halaqoh Online,
Tafsir
11:28 AM
٧. وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
٨. وَقَالَ مُوسَى إِن تَكْفُرُواْ أَنتُمْ وَمَن فِي الأَرْضِ جَمِيعاً فَإِنَّ اللّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni'mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS: Ibrahim:7-8)
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni'mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS: Ibrahim:7-8)
Tidak
ada yang bisa membantah besarnya kenikmatan yang dikaruniakan Allah SWT
kepada manusia. Demikian besarnya hingga manusia mustahil bisa menghitungnya (lihat QS An Nahl (16):1).
Sesudah
selayaknya manusia bersyukur kepada Allah. Yang maha pemberi
kenikmatan.bukan malah sebaliknya mengingkari brbagai kenikmatan
tersebut.
Amat banyak ayat dan hadist yang memerintahkan manusia untuk bersyukur.
Pahala besar akan di janjikan akan di berikan pelakunya.sebaiknya
melarang manusia bersikap ingkar sekaligus memberikan ancaman azab bagi
pelakunya. Ayat ini adalah antaranya
Tambahan
Allah SWT berfirman :Wa idz ta’adzdzna Robbukum (dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkanmu). Ada keterkaiatan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang perkataan Nabi Musa as terhadap kaumnya yang mengingatkan mereka terhadap kaumnya yang mengingatkan mereka tentang besarnya nikmat Allah atas mereka. Dalam ayat disebutkan:Dan (ingatlah), ketika Musa berkata pada kaumnya:”Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkanmu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siska yang pedih,mereka menyembelih anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak perempuanmu;dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu” (QS Ibrahim (14): 6). Kemudian dilanjutkan ayat ini yang memberikan dorongan agar bersyukur atas nikmat-Nya sekaligus menyebutkan ancaman bagi orang-orang yang mengingkrinya.
Kata idz merupakan zharf li al-zaman al-mahdi (kata keterangan waktu
lampau) yang berposisi sebagai maf’ul bih (obyek kalimat) dengan
fil’mahzhuf(kata kerja yang dihilangkan adalah udzkur(ingatlah)
Sedangkan huruf wawu al-athf di awal ayat ini berguna menyambung dengan
ayat sebelumnya. Oleh karena itu,sebagaimana dijelaskan al-alusi ayat
ini termasuk dalam perkataan Musa as yang diberitakan Allah SWT. Kalimat
dalam ayat ini ma’thuf (disambungkan) dengan kata nikmatal-lah (kenikmatan Allah). Sehingga maknanya :ingatlah nikmat Allah dan ingatlah ketika
mengumumkanya
Kata ta’adzdzna merupakan bentuk tafa”ala dari kata adzana . dalam
bahasa Arab, bentuk tafa’ala terkadang digunakan untuk menyebut af
’ala; sebagamana kata aw’adtuhun dan taw”adtuhu yang memiliki kesamaan
makna ( aku memberi peringatan kepadanya).kata adzana berarti a’lama
(memberitahukan). Sehingga,sebagai mana disebutkan Al jazairi dalam
tafsiranya, frase ini bermakana a’alama Rabbukum (tuhanmu
memberitahukan kepadamu).
Perkara yang di umumkan oleh Allah SWT adalah:la in syakartum la
azidannakum (sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan
menambahkan (nikmat)kepadamu). Enurut al Asfahani, kata al syukr
berarti tashawwur al-ni’mah wa izhariha (menggambarkan kenikmatan dalam
benak dan menampakkannya). Fakhrudin Ar Razi dalam tafsirnya mengatakan
bahwa kata tersebut untuk pengakuan terhadap kenikmatan baik memberi
nikmat yang bisa di ketahui dengan penghormatan terhadap-Nya dan
menempatkan jiwa dalam jiwa tersebut.
Di jelaskan Ismail Haqqi dalam Ruh Al-Bayan ketika menafsiran QS Al-
Kaustsar bahwa syukur di wujudkan dengan hati lisan dan perbuatan.
Syukur dengan hati adalah mengetahui bahwa berbagai kenikmatan tersebut
berasal dari-Nya bukan dari yang lain. Syukur dengan lisan adalah dengan
memuji dan memnyanjung memberi nikmat. Sedangkan bersyukur dengan
pebuatan adalah dengan menggunakan kenikmatan tersebut dengan bersikap
loyal dan rendah hati terhadap-Nya. Ini sejalan dengan penjelasan Abdur
Rahman Al Sa’di dalam tafsirannnya, Taysir Al Karim Al Rahman, Bahwa al
syukr adalah pengakuan hati terhadap nikmat-nikmat Allah, Memuji-Nya atas
kenikmatan tersebut, dan menggunakannya dalam keridhaan Allah SWT. Al
Zamaksyari mengatakan dalam Al Kasysyaf, bentuk syukur tersebut di
wujudkan dalam bentuk keimanan yang bersih dan amal shalih. Sahal Bin
Abdullah, sebagai mana di kutip Al Qurthubi dalam tafsirnya, upaya
sungguh-sungguh dalam ketaatan di sertai dengan meninggalkan
kemaksiatan, baik dalam keadaan sepi maupun ramai. Semua penjelasan
tersebut menunjukkan bahwa syukur meniscayakan terhadap syari’ah.
Ketika
itu dilakukan, maka akan di janjikan : Ia azidannakum (sungguh aku
tambah kepadamu). Artinya, ditambah ddengan kenikmatan. Fakhruddin Al
Razi dalam mafatih Al Ghayb mengatakan, “ketahuilah, maksud ayat ini
adalah penjelasan bahwa barang siapa menyibukkan dengan besyukur kepada
nikmat-nikmat Allah, maka Allah akan menambahkannya dengan berbagai
kenikmatan dari-Nya. “Bahwa yang akan di tambahkan kepada orang yang
bersyukur adalah kenkmatan, juga merupakan kesimpulan para mufassir
lainnya, seperti Al Thabari, Al Nasafi, Al Bhaiadawi, Al Saukani, Al
Sa’d dan lain-lain. Bertolak dari ayat ini, al-Qurthbi menyimpulkan
bahwa syukur merupkan sebab bagi penambahan sika
Ayat ini juga menunjukkan secara pasti bahwa balasan kebaikan akan
kembali kepada pelakunya ini seperti di tegaskan Allah SWT dalam
firman-Nya : dan barang siapa yang bersyukur untuk dirinya sendiri : dan
barang siapa yang tidak bersyukur (TQS Luqman (31):12)
Azab bagi yang mengingkari
Setelah
dijelaskan balasan bagi orang yang bersyukur, kemudian di jelaskan bagi
orang berlaku sebaliknya. Allah SWT berfirman : wala in ka fartum(dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)). Kata al Kufr bisa bermakna dhid al
iman(kebaikan dari iman). Bisa juga berarti zehud al ni’mah (mengingkari
kenikmatan). Demikian pula penjelasan Abu Bakar ar Razi dalam mukhtar Al
Shihhah. Dalam konteks ayat ini, tentu yang dimaksudkan adalah makna
yang kedua, yakni kufr al-ni’mah (mengingkari kenikmatan).
Terhadap orang-orang yang mengingkari nikmat tersebut di ancam dengan
azab-Nya. Allah STW berfirman: inna adzabi lasysdid (maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih). Dijelaskan Al Wahidi Al Naisaburi dalam tafsirnya
Al Wajiz Fi tafsir Al-Kitab Al-Aziz, ini merupakan ancaman berupa azab
terhadap pengingkar nikmat. Menurut Al Nasafi, azab tersebut di dunia
berupa di cabutnya nikmat, sedangkan di akhirat berupa siksa yang terus
menerus.
Termasuk dari nikmat dunia yang adalah rezeki. Kenikmatan rezeki
tersebut bisa dicabut karena dosa-dosa yang dikerjakan hamba. Nabi SAW
bersabda:”Seseungguhnya seorang hamba dihalangi rezekinya di sebabkan
dosa yang menimpanya.” HR. Ahmad dari Tsauban). Adanya ancaman yang keras itu menunjukkan bahwan perintah bersyukur
tersebut berhukum wajib. Perintah bersyukur disebut kan dalam banyak
dalil, seperti QS Al-Baqarah (2): 152 ,172, An-Nahl(16):114, Al
Ankabut(29): 17 dan lain-lain. Selain mendapatkan pahala dan
nikmat, pelakunya juga terpelhara dari siksa-Nya.Allah SWT berfirman:
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? (QS An
Nisa’m(4): 147).
Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman: waqala musa in
takfuru antum wa man fi al-ardhjami’an(an) (dan musa berkata: “jika kamu
dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat
Allah). Artinya, kamu ingkar kepada nikmat-nikmat Allah dan
tidak mengimani-Nya. Demikian As Samar qandi dalam tafsirnya. Atau
seperti penjelasan Al Saukani, “Apabila kamu dan seluruh makhluk
mengingkari nikmat-nikmat Allah”.
Kalaupun itu terjadi, maka: fa inna-lah la ghaniyyun hamid (maka
sesungguhnya Allah maha Kaya agi maha Terpuji). Kata Ghaniyy berarti
Allah tidak membutuhkan syukurmu dan tidak membuatnya berkurang
sedikitpun. Sedangkan hamid, artinya Allah layak terhadap pujian karena
kebesaran kenikmatan-Nya meskipun mereka tidak bersyukur. Atau, Dia
dipuji oleh selain kalian, yakni para malaikat. Demikan penjelasan Al
Syaukani dalam tafsirnya,
Dengan demikian, pengingkaran yang dilakukan manusia sama sekali tidak
memberikan pengaruh bagi Allah SWT. Sebaliknya, justru mendatangkan
bahaya bagi pelakunya sebagaimana di tegaskan dalam ayat sebelumnya. Bertolak dari ayat-ayat ini, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak
bersyukur kepada-Nya, baik dengan hati, lisan maupun tindakan.
Sebagaimana telah di terangkan di muka, bersyukur dengan tindakan adalah
menaati syariah dan menerapkannya dalam kehidupan kaffah. Terhadap
pelakunya, akan di berikan tambahan kenikmatan yang lebih besar. Namun
sebaliknya, jika mengingkari nikmat-Nya, membangkang atas perintah-Nya,
maka bersiaplah menerima azab yang sangat dahsyat. Wal-lah a’lam bi
al-shaab.
Semoga kita semua termasuk orang yang pandai dalam mensyukuri nilmat yang telah diberikan Allah SWT,,Amiin,,,
0 komentar:
Posting Komentar